kita masih bercakap tentang hangat laut. debar menunggu maut.
kopi yang kau tuang meluap ke atas meja ke atas lantai;
"mainkanlah sebuah requiem untukku!"
secangkir kopi ternyata tak cukup berarti lepaskan dahaga atau
hanya iseng tak lebih sebuah iseng
"tapi tak pernah kupermainkan hidup, meski ia tonel
belaka. tapi tak pernah kupermainkan hidup," ujarmu pada waktu.
lalu kitapun menyerah.
selalu menyerah selalu kalah. sial.
"mungkin ia masih ayah yang dulu, yang suka hadiahkan kita
topi koboi dan pistol-pistolan. "
ini mimpi kanak-kanak. kembali tawa kembali mimpi.
"kusembunyikan topimu di bawah ranjang, sebab punyaku hilang
digasak anak pasar. tapi kau tak tahu. kau menangis dan mengadu. lalu
apa ia bilang: jadilah anak hidup yang piatu,
lupakan mimpi lubang rahim ibu!"
ha ha ha ha ha.
reguk tetesan akhir, kau tuding malam dengan cangkir
"kucampuri kopi ini pestisida, baygon, cyanida!"
reguk tetesan akhir kau acung rembulan, bintang, bima sakti, galaksi-galaksi
segala pedih.
::InK::
0 komentar:
Post a Comment